Visit this website:

Gadget Unik - Jual Beli Aman

Wednesday, January 23, 2008

Chris John dan Kebangkitan Tinju Banyuwangi

Penulis: Herry W. Sulaksono

Juara tinju dunia kelas bulu WBA (World Boxing Asociation), Chris John akan mempertahankan gelarnya 26 Januari mendatang di Istora Senayan Jakarta. Lawan yang akan dihadapi satu-satunya juara dunia dari Indonesia saat ini adalah Roinet Caballero dari Panama. Ini adalah pertandingan wajib (mandatory fight) setelah dalam pertandingan sebelumnya petinju kelahiran Banjarnegara, Jawa Tengah itu menaklukkan Zaiki Takemoto di Jepang pada 19 Agustus 2007 lalu.

Bagi pecinta tinju Indonesia, gelar Chris John ini adalah suatu kebanggaan. Tapi bagi warga Banyuwangi, gelar itu bukan sekadar kebanggaan namun juga kehormatan dan kebangkitan. Di kota ujung timur Pulau Jawa ini Chris selalu menempa diri sebelum bertanding.

Entah secara kebetulan, atau ada pertimbangan lain, manajemen Chris John sejak bernaung di Sasana Bank Buana Indonesia Semarang selalu memilih Banyuwangi sebagai tempat latihan. Ketika masih di bawah asuhan pelatih Sutan Rambing, ia ditempa di Kalibaru. Bahkan ketika merebut gelar PABA (Pan Asia Boxing Association) di Jember, 9 September 2001, di layar kaca bapak satu anak ini dengan lantang mengucapkan terima kasihnya kepada masyarakat Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi.

Setelah diasuh Craig Christian, Banyuwangi kembali terpilih sebagai tempat berlatih. Kali ini tidak lagi di Kalibaru tetapi di Sasana Mirah Banyuwangi yang berlokasi di Kelurahan Klatak, Kecamatan Kalipuro, sekitar 6 km utara kota Banyuwangi. Ia mulai menempa diri di Kota Gandrung ini sebelum pertandingan melawan Jose Rojas. Sebelumnya, dalam persiapan mempertahankan gelar ia berlatih keras di Sasana Mirah. Ini lantaran pembangunan sasana milik Zainal Tayeb di Banyuwangi saat itu belum jadi.

Tempat latihan Chris kali ini memang ideal. Sasana Mirah terletak di Hotel Mirah yang memiliki ssstem keamanan sangat ketat. Ada gedung latihan, ring serta peralatan modern yang didatangkan dari Thailand dan Australia. Mau latihan fisik atau sparring kapan pun bisa. Di Sasana Mirah tersedia lawan latih tanding memadai. Apalagi Chris membawa tim latih tanding sendiri yang dibawa dari Australia (beberapa berasal dari Indonesia) antara lain Jackson Asiku, Alex Bajawa, Andreas Seran dan William Kickett.

Untuk melatih stamina tim Chris John tinggal pilih. Kalau sekadar pemanasan mereka cukup lari-lari keliling lorong hotel seluas 4 hektare itu. Lari jarak jauh mereka berlatih ke Ketapang atau Banyuwangi. Untuk lari beban mereka tinggal pilih. Di pantai atau di gunung? Latihan di pantai mereka lari di pantai Mirah Fantasia. Latihan di gunung mereka berlari di Perkebunan Kalibendo, lereng Gunung Ijen. Yang lebih penting lagi, jika makan mereka tinggal ke restoran, atau minta makanan diantar ke kamar hotel tempat menginap.

Bukan Barometer

Secara historis, sejak Banyuwangi sama sekali tidak diperhitungkan dalam kancah tinju professional di Jawa Timur. Apalagi di Indonesia. Namun tidak berarti tidak pernah ada kegiatan tinju pro di sini.

Tahun 80’an ketika tinju pro marak di Jawa Timur, beberapa kali di kota ini pernah diadakan pertandingan. Baik di Banyuwangi atau di Genteng. Saat itu Dandim 0825/Banyuwangi dijabat Letkol Mas Sumarto. Bersama Pasi I yang dijabat Kapten FX Sidabalok, ia beberapa kali menggelar pertandingan. Sidabalok adalah perwira TNI AD yang gila tinju. Ketika bertugas di Timor Timur ia berhasil mengorbitkan beberapa petinju andal, antara lain Thomas Americo dan Fransisco Lisboa. Namun ketika mereka pindah tugas, kegiatan tinju pro kembali surut.

Tinju pro di Banyuwangi kembali marak ketika H Kamil Gunawan menggelar pertandingan di Banywangi dan Muncar tahun 2002. Namun saat itu hampir semua petinju yang tampil berasal dari Jember, yakni dari Sasana Cobra milk H Kamil serta dari kota lain. Bukan karena H Kamil yang kini menjabat ketua KONI Jember itu tidak mau mempertandingkan petinju Banyuwangi, tapi karena stok petinjunya memang tidak ada.

Meski demikian, tidak berarti semangat untuk membangun tinju di Banyuwangi tidak ada. Beberapa tokoh tinju dan mantan petinju nasional seperti Pelni Rompies dan Susiadi (petinju amatir Jawa Timur tahun 80’an) pernah mendirikan sasana dan melatih petinju. Pelni mendirikan Sasana Singotrunan lalu Sasana Banteng Blambangan bersama Yusuf Widiatmiko (kini Wakil ketua DPRD Banyuwangi), sedangkan Susiadi mendirikan Sasana Laras Macam Putih. Namun tidak ada petinju yang berhasil meraih prestasi tinggi karena keterbatasan akses.

Yang patut diacungi jempol adalah upaya M. Supin. Sejak akhir 90’an mantan petinju pro ini mendirikan Sasana Minak Jinggo yang bermarkas di Hotel Mnak Jinggo, Glenmore. Dengan segala keterbatasan ia tetap melatih petinju meskipun hasilnya lebih banyak kalah daripada menang. Sejak dulu hingga kini, para pembina tinju di Jawa Timur akan memakai petinju Minak Jinggo jka akan mengetes kualitas petinju baru. Meskipun selalu jadi unthulan (kalahan) Supin tetap rajin melatih petinju baru. Bagi dia kalah menang bukan target. Yang penting proses pembinaan harus tetap berjalan.

Kekuatan Baru

Kebangkitan tinju pro di Banyuwangi mulai nampak ketika Zainal Tayeb mengembangkan usaha baru di sini. Zainal bukan orang baru di tinju professional. Pengusaha pariwisata asal Bali kelahiran Sulawesi Selatan ini seorang gila tinju. Pemilik Sasana Mirah Bali itu berhasil mencetak banyak juara Indonesia seperti A Rahim, Diro HS, Ahmad Mandar dan Usman Zakaria. Saat ini ia masih menjabat ketua KTI (Komisi Tinju Indonesia) Bali. Zainal juga dikabarkan akan menjadi promoter Chris vs Roinet yang kesulitan mencari sponsor.

Ketika meresmikan Mirah Hotel di Banyuwangi, 25 April 2005 ia membukanya dengan pertandingan tinju. Saat itu petinju yang dimainkan berasal dari Sasana Mirah Bali. Pertandingan itu sekalian dengan peresmian Sasana Mirah Banyuwangi. Sejak saat itulah Zainal merekrut petinju muda yang masih belum punya prestasi apa-apa. Beberapa petinju yang sudah punya nama mencoba melamar tetapi ditolaknya. Ia juga membentuk tim manajemen di bawah pimpinan Herry Sugiarto, seorang pengusaha asal Banyuwangi.

Hingga kini telah 4 kali Zainal mengadakan pertandingan tinju di Banyuwangi. Terakhir pada 5 Januari lalu di Hotel Aje’em Genteng. Pertandingan itu dipadati penonton. Selain ingin melihat pertandingan, penonton ingin melihat dari dekat wajah Chris John. Saat itu Zainal memang mengundang Chris John serta seluruh timnya dan semua Muspida Banyuwangi termasuk Bupati Ratna Ani Lestari.

Dari hasil 4 kali pertandingan di Banyuwangi ditambah beberapa pertandingan lain di Jember dan Bali, prestasi petinju Mirah Banyuwangi mulai terlihat hasilnya. Beberapa petinju asuhan pelatih Yance Mandagi dan Diro HS masuk dalam daftar peringkat KTI. Hofifi Arjat kini peringkat 5 KTI kelas bulu junior 55.3 kg dan Thomas Soa peringkat 6 KTI kelas Ringan Junior 58.9 kg. Suatu prestasi yang belum pernah terjadi dalam sejarah kegiatan tinju di Banyuwangi.

Yang sangat memberi harapan adalah penampilan Thomas Soa. Pemuda kelahiran Kupang 20 tahun lalu ini baru 6 kali bertanding. Semuanya menang. Lima di antaranya dicatat dengan KO/TKO. Dalam pertandingan terakhir ia menang TKO atas Bogi Gonzales.

Petinju asal Tulungagung itu menyerah karena tidak tahan pukulan Thomas yang menyambar bak halilintar. Padahal Bogi yang dulu menggunakan nama Andy Buba bukan petinju kacangan. Selain menduduki peringkat 4 KTI di kelas Ringan Junior, banyak petinju kuat antara lain John Pintor dan Smile Brown dibuat “nungging”.

Rahasia prestasi Thomas tidak bisa dilepaskan dari peran Chris John dan Craig. Setiap berlatih di Banyuwangi, Thomas selalu menjadi salah satu lawan latih tanding Chris. Mereka bertanding beneran. Tidak ada bedanya petinju baru atau petinju lama. Pengalaman itu yang menjadikan Thomas cepat matang. Jika dalam uji coba dua pertandingan lagi ia bisa menunjukkan peningkatan, akhir tahun ini atau tahun depan ia akan menantang juara Indonesia. Lebih-lebih jika ia bisa mempertahankan rekor menang KO/TKO, bukan tidak mungkin ia cepat melesat ke pentas dunia.

Kebangkitan tinju di Banyuwangi ini menunjukkan bahwa pengorbanan dan dedikasi merupakan kunci sukses. Tanpa mengunakan dana APBD pengusaha swasta bisa mengangkat nama daerah tanpa membebani uang rakyat. Sementara itu di lain sisi banyak cabang olahraga yang dibiayai negara tidak menunjukkan prestasi signifikan.

Prestasi yang dicetak petinju Banyuwangi saat ini menggeser kekuatan Jember dan Probolinggo sebagai kiblat tinju pro di Jawa Timur. Di Jember kini hanya satu sasana saja yang aktif yakni Sasana Mandiri. Sasana milik mantan petinju legendaries Sambung ni memiliki dua petinju, Iko dan Yudha yang tak lain anak Sambung sendiri. Mereka berlatih mandiri, tidak ada sponsor, apalagi uang makan atau uang saku bulanan.

Prestasi petinju Mirah Banyuwangi juga menarik minat Craig Christian. Ricky Morales, petinju muda asli Banyuwangi ditarik ke Australia untuk berlatih di sana. Craig yakin petinju yang punya nama asli Ricky Riyadi itu punya harapan di masa depan. Bagaimana kelanjutan prestasi petinju-petinju Kota Gandrung ini? Kita tunggu saja dua tahun lagi.

Herry W. Sulaksono adalah penulis tinju asal Jawa Timur.

Tulisan ini dikirimkan oleh Penulis, dan sudah pernah dimuat di harian Kompas edisi Jawa Timur, Senin 21 Januari 2008

No comments:

Boxing Indonesia: Who's Next. Boxing is Tinju in Indonesian.