Peraih emas Olimpiade Beijing 2008 kelas menengah asal Inggris, James deGale, akan segera terjun ke profesional. Petinju berusia 22 tahun itu memang merupakan calon bintang kelas menengah masa depan, bukan saja karena prestasinya, namun juga penampilannya yang apik dan konsisten di Beijing serta menundukkan petinju unggulan asal Kuba, Emilio Correa, di final.
Untuk karir profesionalnya kelak, dia tidak mau mengulangi kesalahan yang diperbuat seniornya, Audley Harrison, peraih medali emas kelas super berat Olimpiade Sydney 2000 yang tampil sangat memikat. "Audley terjun ke pro saat sudah berusia 28 tahun, dan saya 22 tahun. Audley adalah seorang one man show, dari menjadi petinju, promotor bahkan pelatih, semua dikerjakannya sendiri. Itu terlalu banyak, saya tidak akan mengulangi kesalahan itu," kata anak muda asal London, sama dengan Harrison, tersebut.
Saat ini deGale sudah mengantungi tawaran dari dua promotor besar yang siap mengorbitkannya ke jalur profesional. Bayaran besar tentunya sudah terbayang di pelupuk mata, paling tidak 1 juta pound, jauh dibanding gajinya kini sebagai petinju amatir yang berkisar sekitar 350 pound (+/- Rp. 6,5 juta) seminggu.
DeGale kini siap adu popularitas dengan Amir Iqbal Khan, bintang masa depan Inggris kelas ringan, peraih medali perak Olimpiade Athena tahun 2004. Amir Khan yang menjadi buah bibir saat menuai sukses di ajang Olimpiade pada usia 17 tahun, kini tengah meniti karir profesional di jalur WBO, dan diprediksi pada tahun ini atau awal tahun depan dia sudah berhasilmeraih gelar juara dunia.
Sumber: jamesmcgale.net
Tuesday, August 26, 2008
James deGale tak Mau Ulangi Kesalahan Audley Harrison
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Boxing Indonesia: Who's Next. Boxing is Tinju in Indonesian.
2 comments:
Gila juga ya......
Guba nggak pake emas sama sekali, padahal proses penjurian masih sama dengan olympiade sebelumnya (minimal Athena. Mungkin metode latihan tinju amatir harus dirubah, kalo diperhatikan petinju yang "gong to gong fighter" dan melesakkan pukulan ber-tubi2 mempunyai kemungkinan lebih banyak untuk menang (Pengecualian selalu ada, contohnya petinju Mongolia itu hehe.
Siapa tau dengan fisik super prima, meskipun skill pas2an, memukul terus menerus.. masak sih nggak ada poin-nya.
Kalo mau mengandalkan skill, ya musti super skill juga kayak Cassius Clay atau Ray Leonard.
Poer
Kalau gua pernah baca di ulasan eastsideboxing.com, justru petinju dengan pukulan counter kaya si Mongolia itu yang diuntungkan, karena biasanya counter boxer lebih bisa mendaratkan banyak pukulan daripada petinju tukang gebuk.
Tapi yang mas Poer bilang itu betul. Karena penilaian di tinju amatir itu hanya pukulan masuk, jadi petinju indah macam Sugar Ray atau Cassius Clay mungkin tidak bisa memenangkan olimpiade kalau sistem penilaian seperti sekarang...
kalau di tinju prof, selain pukulan masuk, ada skor juga untuk ring generalship, terus apa lagi yah? lupa. pokoknya ada 4.
o ya ada Defense, satu lagi bener2 lupa seh. Hehehe
Post a Comment