Visit this website:

Gadget Unik - Jual Beli Aman

Monday, August 26, 2013

Thomas Americo Junior : “Saya Ingin Seperti Ayah”.

oleh Joel Maria Perreira

"Buah jatuh takkan jauh dari pohonnya", itu pepatah bijak yang mungkin pantas diberikan pada pemuda berwajah imut-imut berusia belasan tahun ini. Lahir pada tanggal 12 Maret 1996 di kota Dili, Thomas Americo Junior yang akrab di panggil Rico, benar-benar mewarisi bakat tinju dari sang ayah, legenda tinju dua bangsa, Timor-Leste dan Indonesia, Thomas Americo. Sang ayah Thomas Americo adalah mantan petinju pemegang sabuk juara Asia Pasific (OPBF), di era awal tahun 80 an dan tercatat sebagai petinju pertama dari Indonesia dan Timor-Leste yang berkesempatan untuk memperebutkan sabuk kejuaraan dunia pada tanggal 29 Agustus 1980 di Gelora Bung Karno (kala itu Istora Senayan), Jakarta. Pada pertandingan yang berlangsung selama 15 ronde itu, akhirnya Thomas Americo gagal merebut sabuk tersebut setelah dinyatakan kalah angka dengan split decision dari Saoul Mamby, juara kelas welter ringan versi WBC dari Amerika Serikat.

Seperti halnya anak-anak dari petinju-petinju ternama dunia yang telah bersinar di atas ring saat ini, seperti  Floyd Mayweather Jr (putra dari Floyd Mayweather, mantan raja kelas berat dunia), Laila Ali (putri dari legenda tinju dunia, Muhamad Ali), dan atau Julio Cesar Chavez Jr (putra dari legenda tinju Meksiko, Julio Cesar Chavez), Thomas Americo Junior pun mewarisi bakat dari sang legenda tinju,
Thomas Americo yang wafat pada tanggal 7 September 1999 di tangan milisi "Aitarak" pada saat kerusuhan pasca referendum di Timor-Leste.

Mulai berlatih tinju semenjak berusia 15 tahun, Rico mendapatkan dasar teknik bertinju yang mumpuni dari sang pelatih awalnya Gil Roberto Santos, mantan raja kelas ringan junior nasional di jaman Indonesia.

Rico mengatakan bahwa meskipun ia tidak sempat menyaksikan dan mencicipi kejayaan sang ayah, namun ia tahu prestasi luar biasa ayahnya dari informasi media dan cerita kakak-kakaknya. "Mama dan kakak-kakak saya selalu memberikan motivasi kepada saya melalui cerita-cerita tentang keberhasilan ayah di masa jayanya".  Rico sendiri baru berumur 3 tahun ketika ia ditinggalkan mendiang ayahnya.
"Saya suka olahraga tinju, saya terinspirasi oleh kejayaan ayah saya pada masanya, ayah benar-benar petinju luar biasa, saya bangga dan ingin seperti ayah. Beliau adalah petinju hebat yang punya banyak penggemar pada masa keemasannya", kata Rico seusai latihan di sasananya "Thomas Americo Boxing Camp", Dili. Sasana yang didirikan oleh sang mama Fransisca Pereira Galhos bersama kakak kakaknya. Sasana ini dimanajeri oleh kakaknya sendiri Joel Maria Pereira beserta manajer yang lain, Elvis Fernandes de Oliveira. Sasana yang memakai logo sang ayah ini dipromotori oleh mantan Menteri Muda Pekerjaan Umum, Domingos Caero dan diresmikan oleh mantan Presiden Timor – Leste dan peraih Nobel Perdamaian 1996, Dr. Jose Ramos-Horta pada bulan Mei 2011.

Setelah sekian lama berlatih dan dianggap layak naik ring, maka Rico pun direstui oleh keluarganya, sang manajer, Elvis Fernandes dan promotornya, Domingos Caero untuk turut bertanding di Kejuaraan nasional F-FDTL Cup pada tanggal 13 sampai 17 Agustus 2013. 

"Targetnya sekedar mencari pengalaman di atas ring bagi Rico," ungkap sang kakak, Joel Maria Pereira.
Dengan warisan teknik bertanding counter boxer ala sang pelatih Gil Roberto Santos, dibarengi tampilan footwork manis mirip Muhamad Ali dan sang ayah Thomas Americo, Rico menyuguhkan permainan cantik dan menawan di atas ring. Ia sanggup menghibur dan menimbulkan decak kagum seluruh penonton Masyarakat tinju Timor-Leste yang selama ini seakan haus dengan munculnya "Thomas Americo" baru, dibuat terpesona dan diberi harapan akan munculnya kembali "Sang legenda" baru.
Di turnamen ini, Rico benar-benar bermain menawan di sepanjang pertandingan. Kombinasi pukulannya yang komplit dan cepat untuk membongkar pertahanan lawan, disertai gaya menarinya di atas ring, membuat penonton terkesima. Di usianya yang sangat belia, dibandingkan seluruh peserta lainnya di turnamen ini, Rico membuat penonton terpesona akan kepiawaiannya dalam bertinju.

Kekaguman ini juga muncul dari Kolonel Falur Rate Laek. Sang veteran dan perwira tinggi angkatan bersenjata Timor-Leste yang memberikan dukungan pada turnamen ini, berulangkali mengeluk-elukkan nama ayah Rico. "Viva Thomas Americo", kata Kolonel Falur pada sambutannya di hadapan ribuan penonton. Bahkan sang dokter ring berkewarganegaraan Indonesia yang dewasa ini bekerja di Rumah Sakit Nasional Timor-Leste pun berujar "Bintang tinju Timor-Leste telah muncul kembali".
Penampilannya yang apik itu tak sia-sia, karena pada akhirnya Thomas Americo Jr berhasil meraih medali emas dan bahkan dianugerahi sebagai petinju harapan pada turnamen ini. "Saya bersyukur, sekali naik ring, adik saya langsung menjadi juara dan terpilih menjadi petinju harapan pada turnamen nasional ini", kata sang kakak Joel Maria Pereira. "Namun Rico harus lebih giat berlatih lagi, masih banyak hal yang perlu diperbaiki darinya," ungkap sang kakak.

Di sisi lain, meski giat berlatih tinju, Rico pun tak pernah melalaikan tugas utamanya sebagai pelajar. Siswa kelas 2 jurusan ilmu pengetahuan alam di SMAK Paulus VI Dili ini, berusaha membagi aktivitas sehariannya dengan semaksimal mungkin. Bangun pagi, sebelum sarapan pagi, sang pelatihnya saat ini, Manuel Borges (mantan anak didik sang ayah), serta Adrevaldo Soares, telah menunggunya untuk memberikan latihan. Dengan pengawasan sang pelatih, Rico melahap porsi latihan yang diarahkan. "Saya hanya berlatih pagi hari karena siang harinya saya harus ke sekolah, menjelang pertandingan, frekwensinya ditambah",  ujar Thomas Americo Jr.

Setelah berlatih kurang lebih 2 jam, ia pun segera mempersiapkan diri untuk  berangkat ke sekolah. Sepulang sekolah di sore hari, Rico tak lupa menunaikan tugasnya untuk belajar di rumah. Ia pun tak pernah melewatkan kesempatan untuk menonton setiap tayangan pertandingan tinju yang di tayangkan di televisi, terutama di akhir pekan.

"Hitung-hitung sambil belajar teknik bertanding dari petinju-petinju hebat", tuturnya.
Di bawah pengawasan sang mama dan kakak kakaknya, Rico telah melakukan aktivitas rutin ini semenjak ia berusia 15 tahun. "Mama dan kakak kakak saya tidak pernah memaksa saya untuk mengikuti jejak ayah sebagai petinju profesional, ini adalah hobby saya. Walaupun giat berlatih, saya selalu diajarkan untuk tidak terlibat dalam perkelahian liar di jalanan, karena tinju adalah beladiri yang keras namun penuh dengan seni., kalau boleh saya ingin menjadi seniman di atas ring, bukan di jalanan", kata Rico yang mengidolakan sang ayah, Thomas Americo, serta Sean Mosley, Floyd Mayweather Junior, Sugar Ray Leonard, dan Muhamad Ali ini.

Meskipun belum punya pengalaman banyak di atas ring, Rico bermimpi untuk menunjukkan prestasi maksimal bila diberi kesempatan. "Saya selalu dianjurkan oleh mama dan kakak-kakak saya untuk benar-benar fit, baik fisik maupun mental bila ingin bertanding, saya bertekad untuk menjawab semua kepercayaan yang diberikan oleh mereka dan manajer serta pelatih saya, kalau tidak mempersiapkan diri secara maksimal, saya selalu dilarang bertanding oleh mereka " ujar putra bungsu sang legenda tinju Indonesia dan Timor-Leste ini. "Saat ini saya siap untuk bertanding kapan dan dimana saja," tambahnya.
Ketika ditanyya mengapa ia berminat pada olah raga keras ini, sambil tersenyum Rico berkata," Selain ingin mengikuti jejak ayah, bagi saya tinju adalah perpaduan antara beladiri dan seni. Saya suka menyaksikan petinju petinju hebat yang menari-nari di atas ring sambil memukul jatuh lawan. 

Dibutuhkan keberanian, kesabaran, kecerdasan, dan kemampuan untuk merobohkan lawan di atas ring,
tampa itu semua maka anda akan mudah di kalahkan lawan anda," jelas putra bungsu dari pasangan almarhum Thomas Americo dan Fransisca Pereira Galhos ini.

Menanggapi banyaknya anggapan yang mengatakan bahwa olah raga tinju merupakan olah raga keras yang dapat membawa dampak negatif bagi para atlit yang menggelutinya, serta para petinju pada umumnya tidak mampu berprestasi di dunia pendidikan, Rico berujar "Saya kira ini tergantung pada pribadi masing-masing. Kenyataannya banyak petinju besar yang juga sukses di karir yang lain. Sebut saja Klitschko bersaudara, Many Pacquiao, Oscar de la Hoya dan sebagainya," ungkap Rico. "Saya ingin seperti mereka, sukses dalam menjalani hobby, sekaligus sukses di pendidikan yang mereka geluti," ungkap Rico yang bercita cita menjadi seorang insinyur ini.

--
A fighter has to know how to fear - Cus D'Amato

1 comment:

Anonymous said...

wajahnya khas orang Timor

Boxing Indonesia: Who's Next. Boxing is Tinju in Indonesian.