Visit this website:

Gadget Unik - Jual Beli Aman

Thursday, October 24, 2013

Aryo Punya Kolom: Laporan Dari Tokyo

Cebu City, Philippines, 23 Oktober 2013

Beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan kembali mengawal dua petinju Indonesia untuk bertanding di Jepang. Mereka adalah Juniston Simbolon (Sasana Batubara - Medan) dan Arega Yunian (Vida Muaythai - Tangerang). Juniston bertarung pada kelas Ringan dan Arega bertarung pada kelas Bantam. Kedua petinju bertarung melawan petinju tuan rumah, Juniston mendapat kesempatan menjajal ketangguhan Seiichi Okada, sedangkan Arega melawan petinju muda sarat pengalaman, Ryo Matsumoto.

Pertandingan dilaksanakan pada tanggal 21 Oktober 2013 di stadion tinju legendaris di Jepang, Korakuen Hall, Tokyo. Persaingan "tanpa akhir" antara petinju Jepang melawan petinju Indonesia ini dimulai pada partai ketiga dari total tujuh partai yang dipertandingkan pada malam itu, termasuk salah satunya adalah Satoshi Hosono yang beberapa waktu yang lalu sempat menantang Sang Naga Chris John dengan hasil draw.

Juniston Simbolon mendapat kesempatan pertama untuk tampil di atas ring. Tampil dengan penuh percaya diri sejak ronde pertama ternyata berhasil juga merepotkan Seiichi Okada yang tampil dengan gaya fighter. Beberapa pukulan Juniston malah terlihat lebih sering mengena ke wajah Okada meski pukulan Okada juga beberapa kali sanggup mendarat pada sasaran dengan baik pula. Secara keseluruhan, di ronde pertama dimenangkan oleh Okada dan di ronde kedua dimenangkan oleh Juniston. Namun memasuki ronde ketiga, kedua petinju mulai over percaya diri, baik Okada maupun Juniston. Beberapa kali saya meneriakkan instruksi agar tidak terpancing untuk barter pukulan tetapi sepertinya tidak diindahkan oleh Juniston. Akhirnya pada pertengahan ronde ketiga tersebut, sebuah uppercut keras menghunjam ulu hati Juniston dan membuatnya tidak bangkit lagi hingga hitungan ke sepuluh.

Kemudian pada partai berikutnya adalah pertarungan antara Arega Yunian melawan Ryo Matsumoto. Perbedaan kekuatan dan teknis yang mencolok cukup jelas terlihat. Ryo Matsumoto tampil mengurung Arega dari sudut manapun sambil mengeluarkan pukulan-pukulan taktis dan bertenaga. Bahkan Arega beberapa kali terdorong hanya karena ganjalan jab dari Matsumoto meski Arega juga memberikan perlawanan dengan sangat baik pula. Bibir Arega juga terlihat mulai mengucurkan darah pada awal ronde kedua. Lalu pada akhir ronde tersebut, sebuah hook kanan ke arah rusuk membuat Arega jatuh terduduk dan tidak sanggup lagi melanjutkan pertarungan.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kualitas petinju nasional kita saat ini masih kalah bila dibandingkan petinju dari negara-negara tetangga yang satu dekade ini terlihat perkembangan yang signifikan. Meskipun demikian, ternyata tinju pro nasional masih cukup memunculkan harapan dengan lahirnya bakat-bakat potensial dari petinju-petinju muda kita seperti "The Beast" Defri Hammer Palulu (Sasana Extra Joss - Tangerang) yang pada saat yang hampir bersamaan mengguncang publik tinju nasional atas kemenangan spektakuler kepada seniornya, Boido Simanjuntak, dengan TKO di ronde kedua. Semoga akan kembali muncul petinju-petinju muda yang pada suatu saat nanti sanggup membangkitkan kembali gairah tinju pro di tanah air.

Powered by Telkomsel BlackBerry®Cebu City



--
A fighter has to know how to fear - Cus D'Amato

34 comments:

Anonymous said...

satoshi hosono udah naik ring lagi
chris john kapan???

jon said...

agaknya dua jawara CJ dan Cino seperti tidak cukup mengangkat pamor dunia tinju dalam negeri, dalam arti kalimat "who's the next" masih saja merupakan tanda tanya besar....mengirimkan para petinju ke luar negeri namun tanpa persiapan cukup serasa bagai membunuh karir lebih cepat, namun dalam negeri sendiri serasa frekuensi seperti tidak mencukupi, sementara mereka butuh penghasilan....ada kesan kebanggaan yang ada tidak menular dengan baik, ataukah publik sudah cukup puas dengan dua jawara belaka, seperti ada kesenjangan tercipta, mungkin memang biaya mencetak juara itu sedemikian mahal sementara resiko juga kelewat besar, atau juga situasi carut marut sarat konflik di banyak tempat saat ini dianggap lebih menarik perhatian ketimbang gelora tanding di atas ring lokal yang acapkali berkesan dingin dingin saja....

Anonymous said...

Saya juga miris melihat petinju2 Indonesia prestasinya jeblok dan sering kalah KO ronde2 awal jika dibawa bertanding keluar negeri.

Apa tdk ada yang prestasinya lbh baik utk diberikan kesmptan brtanding keluar negeri, atau memang sdh kehabisan stock ?

Soal urusan perut, sy tidak yakin petinju2 jeblok mengantongi uang yg signifikan dari bertanding diluar, karena sijepang juga sdh tahu kualitas, tdk mungkin dibayar mahal, belum lagi hrs dibayarin tiket pswt pp, akomodasi.

jon said...

konon dahulu ada promotor yang biasa "memasok" petinju lokal kelas dua, dikirim "untuk jadi mangsa" demi kelanggengan gelar juara setempat....bayarannya mungkin cukup besar, plus pengalaman berharga hadapi petinju asing...namun buntut buat petinju sendiri bisa buruk, lantaran kalah KO apalagi kelewat sering bisa berbuntut fatal layaknya dahulu (alm) Alfaridzi yang sebenarnya harus istirahat dahulu usai kalah dalam tanding sebelumnya....masih mending jika petinju kelas dua difungsikan jadi sparring partner, mungkin kedepannya nanti ada sistem yang memanajemeni hal tersebut secara lebih baik....

Lamon T said...

saya tidak mau berkomentar soal petinju2 seperti yang dijabarkan diatas (sering kalah ko diluar negeri). saya cuma menyesalkan kenapa petinju2 yang seperti djabarkan diatas (sering kalah ko diluar negeri) bukan menjadi sansak juga di tingkat nasional justru seringkali adalah juara nasional.
menunjukkan kalau petinju2 lokal (selain petinju2 yang sering kalah ko diluar negeri) memiliki kualitas yang masih belum baik.

Anonymous said...

bukan cuma juara2 nasional, yg jadi juara2 asia pasifik juga pas keluar negeri malah kalah melulu

kebetulan saya nonton tommy seran vs milan melindo live dari website toprank (seran kalah ko4)

maaf kalau saya sok tau, tapi seklias kelihatannya tommy seran sama sekali gk siap menghadapi pukulan2 cepat & kuat dari melindo, 3 kali kena knockdown dari pukulan yg sama (counter left hook)

padahal conditioningnya kelihatan bagus, tekniknya juga sebenarnya kelihatan lumayan, kadang masih bisa mengimbangi teknik melindo

apa ini gara2 kurangnya pengalaman? pas di indonesia kemungkinan gak pernah tanding/sparring petinju2 berkualitas seperti melindo

isack junior juga pas main di luar negeri kalah semua, padahal bisa menjadi juara asia pasifik

sayang sekali kalau petinju2 berbakat seperti tommy seran juga masih menjadi sansak di luar negeri, apa ini berarti ada yg salah/kurang dari pelatihan tinju di indonesia?
(sekali lagi maaf kalau saya sok tau)

jon said...

yang pasti atmosfer tinju di luar negeri bisa berbeda dengan dalam negeri...dukungan publik, dan juga adaptasi dengan tempat atau lokasi bertanding juga termasuk faktor yang bisa berperan, selain daripada kualitas petinju itu sendiri...sekedar ilustrasi, di arena bulutangkis pemain bisa mendapat keuntungan dari sekedar pengenalan tempat dengan baik, misal arah dan kecepatan angin serta sudut cahaya atau penerangan yang ada, kalau lagi lancarkan smesh namun disilaukan lampu bisa-bisa meleset arah dan demikian pula dengan kecepatan angin yang tak diperkirakan sebelumnya bisa membuat shuttlecock ternyata mudah melewati garis, faktor-faktor demikian mungkin kelewat detil sehingga luput ataupun diabaikan dari persiapan...di dunia sepakbola, sudah umum pula kalau laga tandang dan kandang kans kemenangan bisa berbeda pula...

jon said...

ukuran ring tinju yang dipakai, bisa beda standar dengan kala di dalam negeri sendiri...demikian pula matras dan kanvas yang dipakai, bisa lebih keras atau lebih lentur sehingga membuat pergerakan kaki lebih butuh tenaga atau sebaliknya...soal wasit juga bisa berperan, plus faktor X yang tak bisa diperkirakan misalnya kejadian belum lama Shane Mosley menolak bertanding lantaran bayaran belum lunas, kalaupun dipaksakan bertanding juga konsentrasi sudah terpecah duluan...

jon said...

di luar faktor non teknis seperti tersebut di atas, kemungkinan menyangkut persiapan sendiri juga belum cukup...petinju kita mungkin berlatih fisik dengan keras, namun orang Jepang (misal) yang unggul teknologi serta informasi mungkin bisa menganalisis lebih akurat akan kelemahan lawan dan menerapkan strategi yang lebih baik...mungkin tidak enak didengar, namun rasanya dalam sisi intelektual masih banyak petinju dalam negeri yang mengutamakan faktor fisik dan kekuatan serta skill murni belaka ketimbang strategi, padahal Marquez bisa kandaskan Pacquiao dalam laga keempat lantaran juga lantaran strategi bertarung secara efektif dan efisien yang jitu diterapkan...

jon said...

banyak orang bilang Marquez diliputi keberuntungan kala itu, bisa memanfaatkan kecerobohan Pacquaio yang menyerang dalam posisi seolah mengabaikan potensi Marquez yang sebenarnya...namun rasanya Marquez bukan hanya sekedar beruntung, pukulan mematikan tersebut sejatinya merupakan buah manis daripada latihan amat keras serta strategi berfokus pada efektifitas dan efisiensi mengingat usia sudah berumur (dalam highlight preview jelang laga siaran langsung, pergerakan Marquez kala shadowboxing di atas ring demikian memukau, semua pukulan yang ia miliki demikian cepat dan keras serta tajam efektif sekali terlontar, rupanya ia benar-benar belajar dari pertandingan terdahulu dalam kapasitas sebagai seorang kaliber juara dunia)...

jon said...
This comment has been removed by the author.
jon said...

sebaliknya Pacquaio seolah merasa sudah tidak ada lagi yang layak dibuktikan lantaran sudah unggul dalam dua pertemuan sebelumnya, maka ia mendekati Marquez dengan ceroboh (seperti ujar CJ pula kala itu)...rasanya sikap seperti itu juga suka ada terlihat dalam diri petinju lokal yang bertanding baik di dalam atau di luar negeri, faktor "kesombongan" lantaran sudah merasa unggul duluan dan kemudian berbuntut kecerobohan...

jon said...

faktor sikap "menganggap remeh lawan dan terlalu tinggi menilai kemampuan sendiri" rasanya ada ditemui sejak dulu pada sebagian petinju lokal...jika menengok ke belakang sejenak, dahulu petinju Thomas Merico sempat menolak untuk duduk ketika ronde berakhir, padahal jeda satu menit dirasa ada pengaruh setidaknya untuk mengatur napas lebih baik, lalu contoh lain ketika petinju Adrianus Taroreh mencoba raih gelar dari Orzubek Nazarov di Jepang dulu konon ditengarai fokus berlatih kurang lantaran kesibukan berbisnis disko keliling segala.....

jon said...

jika coba mengkaitkan dengan prestasi atlet nasional yang juga jelek, di bidang sepakbola misal, suka ada ditemui faktor mentalitas sebagai penyebab sementara talenta sendiri tidak kekurangan....ada pesepakbola yang sering ditanggap main tarkam alias tanding antar kampung, lalu meski prestasi masih minim banyak terima order jadi bintang iklan, atau karena lingkungan kurang idola jadi terlalu ditinggikan sehingga fokus berlatih jadi berkurang banyak....

jon said...

contoh lain fokus petinju terbagi dengan karir lain, dulu petinju Sonny Rambing ambil profesi ganda sebagai model, sepertinya sulit untuk disatukan....misal ada job melenggang di atas catwalk beberapa waktu jelang tanding di atas ring jelas bisa berpengaruh terhadap penampilan, demikian pula ketika wajah babak belur usai tanding lantas mentas jadi model...hal lebih kurang serupa juga ada pada diri petinju berbakat Arthur Rambing yang pilih melamar jadi polisi sementara karir bertinju prospek masih cerah....

jon said...

adalah hak bagi petinju ybs untuk menambah pundi sendiri, mungkin lantaran pemasukan dan frekuensi bertanding di tingkat lokal minim....masalahnya mungkin ada menyangkut prioritas, serta anggapan bahwa dengan mentalitas dari hasil latihan sudah cukup untuk bekal melangkah di kehidupan sebenarnya...padahal seorang juara tak terkalahkan seperti Edwin Valero seperti dilanda frustasi di luar ring hingga memilih bunuh diri ketika di penjara, demikian juga ada banyak kasus petinju dalam dan luar ternyata tak mampu jadi pemenang di kehidupan sesungguhnya, seperti juga halnya Rahman Kili Kili dan masih banyak petinju lain di Indonesia....

jon said...

ada berapa banyak enerji dihabiskan petinju untuk fokus yang terpecah selain kehidupan di atas ring.....seorang juara seperti Orzubek Nazarov yang pernah mengalahkan Adrianus Taroreh konon memiliki etos berlatih menakjubkan, memilih tinggal di Jepang sebagai perantau, disebut "hidup bagai hanya untuk berlatih" kala itu....

Anonymous said...

Kalau saya menduga petinju2 yang dibawa bertanding keluar kebanyakan untuk penggembira saja alias muquendo.

jon said...

dalam dunia sepakbola profesional suka ada kejadian nyata soal wasit disuap, lalu isu soal waktu perpanjangan, sampai pengaturan jadwal,dsb dan bisa terjadi bahkan di liga top dunia selalipun...dunia tinju pro dikenal juga ada banyak cerita soal mafia tinju, oleh promotor terkemuka pula, namun wilayah ini agaknya termasuk sulit atau juga rawan untuk disentuh termasuk dengan payung hukum yang ada, apalagi olahraga tersebut juga berlatar atau bernuansa lebih kelam daripada olahraga profesional lain, dan para pemain di dalamnya juga bisa "tahu sama tahu" lantaran duit memang bisa berbicara banyak serta ada pula sistem manajemen ala bajak laut layaknya dulu seorang pelatih di Semarang pernah berujar pada media...

jon said...

belum lama berselang, mantan juara kelas berat Mike Tyson yang coba berkarir jadi promotor, dikritik serta dikecam lantaran dianggap bikin rusak bibit muda amatir yang dipersiapkan ke olimpiade kemudian ditarik jadi petinju pro dibawah naungan manajemennya...mungkin Tyson bukan orang seperti itu, atau bermaksud demikian, minimal dia pernah merasakan keras dan kejamnya dunia tinju serta tahu pula bahwa orang memang suka menganggap miring sosok sepertinya, dalam hal ini agaknya pola manajemen ala bajak laut itulah yang dipersoalkan, Mike mungkin bertindak dan bersikap layaknya dulu kala berkarir sebagai petinju alias model sikat membabibuta main terjang saja aturan yang ada karena awalan yang dirasa sulit pula...

jon said...

seorang Mike Tyson bisa dipermasalahkan di sana, ada semacam kontrol yang cukup ketat dan pengawasan berlaku untuk menaungi petinju amatir...namun di negara berkembang atau miskin, dimana faktor sosio-ekonomi dirasa demikian sulit, maka hal tersebut membuat sistem manajemen ala bajak laut kerapkali pula lebih didiamkan saja lantaran juga dianggap lumrah oleh sementara pihak, dan terjadilah maraknya kasus layaknya petinju ayam sayur yang dihadirkan untuk jadi mangsa empuk sang juara bertahan...

Anonymous said...

Ini juga banyak terjadi di Filipina dan jepang, sayangnya petinju ayam sayur yang jadi mangsa empuk justru petinju2 Indonesia, bahkan ada juara-juara nasional di dalamnya, yang langsung menjadi ayam sayur di negeri orang..

jon said...

kalau mau jujur, Indonesia juga ada melakukan hal yang sama, mendatangkan petinju ayam sayur dari negeri seberang....bedanya mungkin, frekuensi pertandingan lebih minim jadi yang terlihat adalah lebih banyak petinju lokal yang jadi korban....

jon said...

minimnya modal juga bisa jadi alasan, berapa biaya untuk menghadirkan petinju berkualitas....dahulu Marquez dibayar cukup murah lawan CJ, dirasa sungguh kejadian langka....sementara promotor tinju kelas kakap juga makin berkurang, usai wafatnya sosok layaknya Aseng ataupun Boy Bolang umpamanya....

Anonymous said...

Yang suka bawa petinju ayam sayur siapa yah??

Anonymous said...

Sbg petinju pro kalau main disini bayaran sejuta dan main di luar 10jut pilih mana hayo?

jon said...

namanya juga pro, besar kecil bayaran tentu berpengaruh....namun tak jarang, tawaran menggiurkan bisa merupakan jebakan bagi karir petinju, misal sosok yang dianggap demikian bertalenta lalu ketika baru naik ring beberapa kali sudah ada tawaran menarik hadapi juara bertahan dengan bayaran besar...rasanya ada contoh di kelas berat mantan juara dunia amatir dari Kuba me yerah KO di ronde awal dari juara bertahan Kltschko dan agaknya sulit buat dia untuk bangkit usai kekalahan tersebut, dalam hal ini faktor ketergesaan meraih kesuksesan dirasa layak dipertimbangkan oleh para manajerbukan melulu besarnya bayaran belaka....

Anonymous said...

rasanya non sense kalau 10 juta take home pay petinju muquendo tanding diluar. krna promotor luar hrs nanggung biaya transport, akomodasi berikut bayaran manajer muquendo.

Sy rasa lebih rendah dari itu, makanya cari aman, ronde 1 - 2 langsung menjatuhkan diri.. foto2, pulang, mandi, jalan-jalan deh...

Anonymous said...

ga heran kok kalau ke jepang bisa sampe 10 juta, disana barang2 mahal semua, 10 juta bukan jumlah gede

ada baca di komik fight ippo, katanya petinju pemula 4 ronde dibayar 50000 yen (kira2 5 juta rupiah), dan katanya bayaran tersebut masih dianggap lumayan rendah

jon said...

tingkat kemakmuran di suatu negara tentu bisa turut menentukan standar bayaran petinju....namun sebenarnya para petinju yang didatangkan juga pasti ikut menyadari, bahwa makin sering kalah track record makin jelek, bayaran bisa makin minim pula, kecuali jika faktor kebutuhan sudah demikian mendesak maka yang dipentingkan tentu saja soal fulus....walau juga ada perkecualian, ada petinju Inggris kalau tidak salah yang rekor tandingnya tinggi sekali namun hanya sedikit sekali menang termasuk menang KO yang cuma beberapa kali dan lebih banyak kalahnya, petinju ybs agaknya terbiasa dengan sebutan sebagai spesialis kelas penggembira belaka, walau tercatat pula kalau tidak salah pernah jadi sparring petinju top mantan juara dunia kelas bulu Naseem Hamed....

jon said...

petinju ybs mengaku memiliki kecintaan yang tinggi terhadap olahraga tinju, tidak peduli rekor kalahnya juga tergolong menakjubkan, namun toh bisa tetap laris bertanding dan ia tetap bisa berbangga diri dengan profesinya tersebut....ini mungkin menyangkut apresiasi yang tinggi terhadap olahraga tersebut dari masyarakat disana, sementara walau lebih banyak kalah namun dianggap mampu menghadirkan tontonan yang baik, atau setidaknya punya spirit yang memadai di atas ring....

jon said...

tercatat ada beberapa petinju juara dunia dengan track record sebenarnya cukup banyak cacatnya, namun publik mengakui kegigihan mereka, di antaranya petinju Saoul Mamby yang pernah mengalahkan petinju Indonesia Thomas Americo, dikenal spesialis menang angka dan tidak memiliki pukulan mematikan (entah mungkin lantaran hal tersebut maka Thomas Americo serasa pede berlebih menolak untuk duduk kala ronde berakhir dan buntutnya justru kalah)....sementara yang lain, petinju Iran Barkley yang dua kali mengalahkan Thomas Hearns juga dikenal memiliki rekor kalah sekitar separuh dari total laga yang dijalani, namun ia bisa memanfaatkan kelebihannya ketika mendapat kesempatan lawan Hearns yang kemudian melambungkan namanya di jajaran petinju elite kelas menengah dunia kala itu....

Bello said...

Saya rasa Peter Buckley bersaing dengan Reggie Strickland utk memecahkan rekor terbanyak bertanding dan kalah. Menurut saya petinju yg sering kalah sebaiknya berfikir utk alih profesi saja krna tinju bukan profesi utk lawakan atau bertanding tanpa spirit.

jenis petinju sperti Saoul Mamby, Iran barkley, orlando salido, Sonny Boy Jaro, tomas rojas adalah beberapa petinju yang typicalnya tdk ambil pusing dgn jumlah kekalahan tapi setiap bertanding habis2an, makanya tdk heran iran barkley biar banyak kalah tapi bisa menjadi juara 3 divisi berbeda.

Kalau jenis petinju indo yg dibawa keluar sy rasa memang yg mental dan motifnya sdh muquendo krna memperhitungkan kemampuan yg terbatas hanya jadi bulan2an kalau dipaksa bertanding ronde2 selanjutnya. Ciri2nya tidak jauh dari kalah KO/TKO Ronde 1 - 2. Kalau bisa diatas 2 ronde yah ada kemajuan lah.

jon said...

tinju khususnya tinju pro adalah olahraga yang kejam, demikian pula ujar Thomas "The Hitman" Hearns suatu ketika...kekejaman itu bahkan berimbas pula dalam kehidupan di luar ring, orang tahu bagaimana sulitnya seorang Mike Tyson membangun kembali kehidupannya terutama usai keluar dari penjara...bicara soal petinju dengan mental dan motif minimalis seperti tersebut di atas, sebenarnya bahkan di tingkat sasana pun mereka sudah layak dan harus undur diri, namun rasanya ini menyangkut hukum bisnis yang berlaku dalam tinju pro, ada penawaran dan permintaan, masalahnya mungkin demikian...

Boxing Indonesia: Who's Next. Boxing is Tinju in Indonesian.