Visit this website:

Gadget Unik - Jual Beli Aman

Monday, November 11, 2013

Laporan Aryo Sulkhan dari Nagoya, Jepang

Juara dunia WBC Youth kelas bantam, Yushi Tanaka, tampil sangat efisien dengan memukul KO penantangnya dari Thailand, Noorasin, KO ronde 1.Baru semenit pertandingan berjalan, sebuah uppercut mengenai rusuk kanan Noorasin yang membuatnya tergeletak tak berdaya dan pertandingan harus dihentikan secara singkat.
Di partai tambahan utama, pertandingan justru berlangsung lebih seru. Kosei Tanaka yang merupakan mantan juara なし尾奈 amatir highschool Jepang selama 3 tahun berturut-turut dan semifinalis kejuaraan dunia youth tahun 2013 benar-benar tampil sempurna. Pertarungan jarak jauh pasti dimenangkan Tanaka, anak asuh mantan juara dunia Kiyoshi Hatanaka, karena lebih tinggi dan jangkauan panjang. Petinju kita Oscar Raknafa Mencoba masuk untuk memancing adu pukulan jarak dekat, tapi counter hook Tanaka sangat berbahaya. Alhasil sebuah uppercut telak mendarat di dagu Raknafa dan membuatnya jatuh tergeletak di ronde 1. Raknafa dengan gagah berani bangkit dari keterpurukan,mencoba mengejar Tanaka, namun Tanaka sangat taktis dan penguasaan ring sangat dominan, membuat Raknafa frustrasi dan mencoba segala cara termasuk beberapa kali pukulan spekulasi yang justru membahayakan dirinya dan membuat beberapa pelanggaran yang tidak perlu sehingga mendapat teguran wasit. Tanaka dienyatakan menang angka mutlak 6 ronde. Perjuangan Oscar yang tak mudah menyerah membuat penonton meriakkkan nama Raknafa dan Mengacungkan jempol serta mengajak berfoto bersama. bahkan beberapa promotor dariJepang sudah menyodorkan tawaran untuk pertandingan berikut diJepang, namun kubu Oscar masih perlu waktu untuk beristirahat dan memikirkan pertandingan berikut, apakah bertanding di dan memikirkan pertandingan berikut, apakah bertanding di dalam negeri atau kembali bertanding di Jepang. Jangan buru-buru ambil keputusan, Oscar; kamu masih muda dan jalan masih panjang.

Bakat-bakat tinjuJepang tampaknya masih terus mengalir. Kedua petinju potensial ini memang digadang-gadang menjadi petinju ke 5 dan 6 dari kota Nagoya yang bisa merebut sabuk juara dunia menyusul senior--senior mereka seperti Kiyoshi Hatanaka, Satoshi Ida, dll.
A fighter has to know how to fear - Cus D'Amato

43 comments:

Max_Muscle said...

lumayanlah tanaka hanya meng crishjohn kan oscar & tdk sampai menjamednya, tp mungkin jika ronde pertarungan sampai 10 atau 12, hasilnya akan beda.

saya ingin bertanya kpd bung jeff sbg salah satu wartawan fightnews, knp sdh satu bln ini nama chris john tidak tertulis lg sbg juara dunia wba di boxing ranking fightnews.???.....apa mungkin tdk sengaja terhapus oleh admin atau ada faktor lain spt naiknya donaire dikelas bulu apalagi donaire selama ini selalu bermain di badan tinju wba

Lamon T said...

dari pandangan saya, raknafa merupakan contoh kasus dari beberapa petinju indonesia yang sangat terlalu cepat dinaikkan menjadi juara regional.
saya tidak menilai apakah kemampuan raknafa sudah mumpuni untuk menyandang gelar regional tetapi lebih kepada dampak negatif yang sangat merusak yaitu hilangnya pertandingan2 bagi ybs di tingkat lokal.
saya tidak tahu apakah rekor boxrec lengkap atau tidak. tetapi berdasar boxrec raknafa puasa bertanding selama 1 tahun.
usia mudanya sudah hilang 1 tahun, disia-siakan dengan status juara aspac yang tidak kunjung jelas ada jadwal pertandingan biasa maupun mandatory fight.
saya juga bingung bagaimana wbo ini memberikan peringkat kepada anggotanya.
sebab petinju yang tidak bertanding selama 1 tahun bisa bercokol terus menerus dalam 10 besar dunia.

beruntung espinus sabu tidak menjadi juara regional. kalau ga pasti saya susah lihat jagoan saya di tv.
dan sangat berharap defri palulu juga tidak dinaikkan ke juara regional sebelum ybs benar2 siap menjadi juara regional.

Anonymous said...

Sesudah juara wbo aspac, oscar kalah angka dr heri amol di papua. Tapi tidak terpantau rekor boxrec...

Hendrasz said...

Tinju nasional kok kesannya ga serius sih, pendataan rekor tanding aja ga jelas.

Pimpom said...

Itulah indonesia... Semua latah bikin badan tinju sampai ada 4; semua nol besar...

Anonymous said...

selama nggak ada jadwal tanding reguler di indo mendingan oscar aji mumpung jalan jalan ke luar negeri, mumpung masi muda, kuat, dan punya nama dan gelar aspac(l)
lumayan bisa kumpul kumpul uang buat beli sawah di kampung

Anonymous said...

kalau bisa menetap di jepang apa mungkin jadi pilihan yang bagus?
dunia pertinjuan lebih berkualitas, mungkin pelatih/sparring partner/fasilitas disana lebih bagus semua dibanding indo

kalau ga salah pernah liat di boxrec ada beberapa petinju dari filipina yang menetap di jepang dan bisa jadi petinju2 berkualitas2 semua sampe masuk peringkat dunia

Hendrasz said...

Jangankan Fiilpina, petinju Amerika latin juga banyak yang milih basis bertinjunya di Jepang. Seperti mendiang Edwin Valero, trus ada Jorge Linares juga, sebelum akhirnya mereka dapat kontrak di USA.

JP said...

Valero balik lagi ke jepang, kemarin barusan main di tokyo... karena gak bisa dijual di Amerika.

jp said...

maksud saya linares...

nyoto said...

petinju kita ada yang meniti karir di jepang
namanya: ajib albarado (asli jawa, nama lahirnya muhammad najib) dan robert azumah (aslinya keturunan ghana)
kalo ngga percaya tanya aja bung jp atau bung as

Anonymous said...

udah ada videonya di youtube

http://www.youtube.com/watch?v=Reis3ZJh6wA

http://www.youtube.com/watch?v=BS7ibRSbX2o

jon said...

mencoba mencermati ronde 1-3, Raknafa agaknya menerapkan taktik barter pukulan, rasanya keberanian dan mental juga bagus bisa bangkit setelah jatuh seolah tak terpengaruh, namun soal akurasi dan akumulasi pukulan dirasa kurang memadai, cukup banyak hook kiri terlontar seolah tak terarah dan mengambang, menghabiskan banyak enerji...
kalau diperhatikan agaknya raknafa masih mewakili tipikal petinju dalam negeri, yang cenderung banyak mengutamakan mengasah kekuatan namun seperti tidak diimbangi pula dengan kecepatan dan kelincahan, padahal kelas ini memungkinkan kecepatan maksimal melebihi kelas lain dan seharusnya sadar pula lawan yang punya basic amatir amat baik tentu sedikit banyak mengandalkan hal ini guna meraih kemenangan...

jon said...

jika diperhatikan pula, cara melontarkan hook Raknafa, lengan dan tubuh seperti bergerak sendiri secara terpisah, kepala sering mendongak pula, berbahaya jika meleset lantas di-counter lawan....mungkin bisa melihat bagaimana seorang Gennady Golovkin, penguasa kelas menengah saat kini dan nanti, melontarkan hook kiri kanannya....lengan dan badan seperti satu kesatuan yang begitu masif, akurasi dan akumulasinya bagus sekali, sudut arah datang serta kecepatan dan kekuatan plus ketajamannya mampu membongkar double cover lawan yang demikian rapat....

jon said...

pelatih Raknafa mungkin terinspirasi pada cara petinju Thomas Hearns dahulu dalam melontarkan pukulan bagai gerakan mencambuk, khas didikan ala pelatih Imanuel Steward....namun rasanya hal tersebut lebih mengena jika diterapkan pada petinju dengan postur dan jangkauan yang lebih....

Anonymous said...

liat pertandingan di luar negeri enak ya rapi.. tertib, kalo di TVRI.. walah.. itu yg nonton di pinggir ring gebrak2 ring.. sambil maki2 petinju musuh.
sambil ngancem2, :D

Anonymous said...

Luar negerinya mana dulu nih? Yg jelas dong. Ethiopia juga luar negeri.

Aryo Sulkhan said...

Melihat penampilan Kosei Tanaka, sy seperti melihat Daud Yordan saat baru terjun di tinju pro, sama usianya jg 18 th saat pertama kali DY muncul. Yg sy lihat kemiripan antara Kosei dan DY adlh dari gaya bertinjunya, wajahnya (liat aja tuh sipit2nya sama. Hehehe), lalu akurasi dan kecepatan pukulannya, jg footwork-nya. Tp sy sampaikan lg, style Kosei ini mirip style DY yg dulu, bukan yg skrg. Sy cinta mati dgn style DY saat itu. Footwork lincah, kecepatan & akurasi pukulan yg sangat bagus, jg kekuatan pukulan yg baik pula. Namun entah sy kurang cocok dgn style DY saat ini, entah sy yg terlalu menggilai style bertarung DY yg dulu atau memang style-nya yg skrg tdk pas utk diterapkan pd diri DY. Karena menurut sy, DY bukanlah seorang fighter, pd dasarnya dia adlh boxer, tp tdk tau bgmn ceritanya skrg dia menjadi seorang fighter sejati. Mgkn ada koreksi dr teman2 atau mgkn dr pihak DY atas penilaian sy. Sy hanya menyampaikan apa yg sy lihat. Sy sangat ingin DY kembali seperti yg dulu lg. DY yg memiliki kecepatan, akurasi pukulan, & footwork yg lincah. :)

jon said...

sama halnya dengan DY, CJ juga dirasa sudah bergeser cukup jauh dari style semula...mungkin niat awal, ingin melengkapi kekurangan dalam power punch, namun akhirnya seperti mobil jeep dipaksa dan dimodifikasi layaknya mobil panser, mungkin analoginya demikian....

Aryo Sulkhan said...

Betul sekali,Bung Jon.. Begitu pula dgn CJ. Menurut sy mereka melenceng dr skill awal mereka, pdhl (menurut sy lg) skill awal mereka inilah yg membuat mereka sanggup berada di puncak. Ya mgkn comment sy ini "terlalu ikut campur", tp sy menyampaikan apa yg sy saksikan bahwa style mereka saat ini sebenarnya kurang pas diterapkan pd diri mereka masing2. Fight terbaik CJ adlh saat melawan Osamu Sato, & fight terbaik DY adlh saat melawan Antonio Meza. Saat itu mereka sdh di puncak namun msh membawakan style awal mereka, jd sy anggap itu adlh fight terbaik bagi CJ & DY. :)

jon said...

kelihatannya dari masyarakat saat ini ada kecenderungan melihat dan menginginkan petinju ideal yang memiliki pukulan keras, terutama jika dikaitkan dengan nilai jual kemudian....teknik bertinju lengkap sekalipun seperti kurang jika belum berjuluk raja KO, maklum sensasi pertarungan KO lah yang mampu menarik animo publik yang saat ini banyak terpecah untuk "pertunjukan lain" seperti di panggung politik, ataupun peristiwa lain yang terjadi di tengah masyarakat seperti kasus kriminalitas yang melibatkan orang penting misalnya....

jon said...

padahal tidak semua petinju tenar dunia memiliki pukulan mematikan....jujurnya lebih senang jika CJ saat ini, mengasah kembali speed dan kelincahan, ketimbang memaksakan diri memiliki punching power apalagi ditambah menjadi bergaya stylish pula (untuk memaksa lawan barter pukulan), mungkin bisa melihat bagaimana dulu almarhum Hector Camacho bertinju, lawan pun bisa jatuh oleh akumulasi pukulan yang cepat dari segala arah, dan ia bisa eksis dengan gayanya hingga usia cukup lanjut untuk berkarir....

jon said...

kalau mau jujur pula, kondisi DY berkesan lebih parah, alias bukan hanya metoda pelatihan menyebabkan style jadi bergeser dari semula, namun juga manajemen dia serasa "terlalu cepat membenturkannya pada batu"....mereka (dan juga pendukung) mungkin melihat DY punya punching power lebih, maka lawannya juga harus lebih mematikan, sementara step menuju juara seolah bisa dipangkas dengan kemenangan meyakinkan atas lawan tersebut, dan kemudian berlaku "easy come easy go"....

Anonymous said...

Awas pasukan omdo jangan sampai ada yg komen yah... yg jenis komennya cuma: lu bisanya apa? tong kosong, CJ forever, bisanya kementotor.. etc... :P

jon said...

maaf jika dirasa menyinggung pihak manajemen dan juga pendukung DY, menyangkut manajemen petinju itu sendiri... menurut pandangan pribadi sebagai penggemar dan pengamat tinju, langkah CJ menuju gelar selama ini dirasa cukup berliku demikian pula upaya mempertahankan gelar selama mungkin termasuk diantaranya pemilihan lawan, dirasa lebih matang dan hasilnya cukup manis walau sementara orang menganggap lawan yang dihadirkan banyak kurang berkualitas pula....bisa dipahami bahwa DY diharapkan dan diposisikan bisa menutupi kekecewaan akan juara yang bisa memberi kebanggaan lebih maksimal, dengan menghadirkan pertarungan dahsyat terutama karena DY dianggap bisa memiliki nilai jual lebih tinggi lantaran modal pukulan keras dia punya....

jon said...

melebar sedikit, team manajemen dirasa penting dalam dunia tinju pro masa kini, dimana manajemen model kuno atau kekeluargaan (lantaran keterbatasan dana, jika membaca kolom mengenai kondisi dunia petinju di situs ini) masih sering diterapkan pada banyak atau mayoritas petinju dalam negeri....ada contoh dari petinju kelas berat Evander Holyfield yang kalau tidak salah termasuk pelopor dalam menerapkan sistem manajemen modern petinju, teamnya bahkan dilengkapi instruktur kebugaran hingga pelatih ballet segala....mereka bergerak menjaga dan mempersiapkan petinjunya yang beranjak dari kelas lebih bawah, hingga mampu jadi juara dan eksis cukup lama di jajaran kelas berat....

jon said...

menyangkut petinju DY sendiri, ada kesan ketergesaan dan kurang matang dalam menata karier bertinju, terutama mempersiapkan masa depan....di kelas yang baru, DY bisa meraih gelar IBO, namun prospeknya dirasa lebih berat untuk gelar yang lebih bergengsi, lantaran minimal ada dua nama top saat ini bercokol sebagai penguasa, ialah Adrien Broner yang belum terkalahkan dan calon ikon di masa mendatang serta Yuriorkis Gamboa mantan peraih medali olimpiade yang selama di kelas bulu termasuk dihindari pula oleh kubu CJ....

jon said...

naik kelas satu tingkat dirasa lebih memungkinkan untuk prospek lebih maksimal kedepannya dari DY....apalagi secara kemampuan tidak banyak petinju yang bisa melakukan hal sebaik ketika di kelas semula....dalam hal ini alasan sulit menjaga berat badan dirasa masih belum cukup kuat jika menjadi faktor perpindahan kelas bagi petinju ybs, seharusnya team manajemen bisa mengantisipasi hal ini jika mau....

jon said...

sejauh pengetahuan sendiri yang tidak seberapa, kalau tidak salah team manajemen CJ bukan team yang besar, namun lebih terarah dan terbukti efektif menjaga karier petinjunya, dan hal serupa dirasa tidak atau belum nampak daripada team manajemen DY sejauh ini....

Herman said...

pindah kelas karena merasa pukulanya keras adalah kesalahan terbesar daud yordan. sbenernya bukan pukulan keras yang dia miliki. tp akurasi pukulan - kecepatan - & footwork yang baik seperti yang bung as sampaikan diatas. moga bisa jadi masukan untk tim daud.

Anonymous said...

Selama Daud tidak ganti pelatih, levelnya yah yg seperti sekarang. Untuk bisa menang lawan sekelas vetyeka saja akan sulit. Jadi maksimum juara IBO.

jon said...

jika menengok ke belakang, dulu ketika CJ mulai menapak level dunia juga ada bercokol nama besar layaknya Marco Antonio Barrera, Erik Morales, Naseem Hamed, Johnny Tapia, termasuk pula Juanma Marquez yang sudah lebih dulu eksis....

jon said...

namun faktanya CJ bisa menyelinap di antara mereka....ini rasanya yang dibilang strategi jitu melangkah menapak jenjang juara, tanpa harus menghadirkan pertarungan berdarah dengan nama-nama besar di atas (kecuali Marquez) sesuai harapan sementara orang....

jon said...

entah apakah langkah manajemen CJ bisa diterapkan pula untuk DY, mungkin pihak manajemen memiliki pilihan lain....

jon said...

perihal pelatih lama DY, mungkin dipertahankan lantaran dianggap paling mengerti kondisi petinjunya....tidak tertutup kemungkinan pula diposisikan sebagai asisten jika memilih opsi ganti pelatih kemudian....

jon said...

mungkin dahulu bisa dibilang pula ada unsur keberuntungan berperan, dulu Naseem Hamed pilih pensiun usai kalah lawan Barrera, sementara nama besar lain pilih hijrah ke kelas lebih tinggi, atau juga menganggap opsi lawan CJ kurang memiliki nilai jual tinggi....dalam hal ini celah yang ada bisa dimasuki oleh CJ kala itu, sementara menyangkut DY seperti disinggung sebelumnya, dirasa lebih mengarah pada pertemuan frontal dengan lawan tangguh, walau jenjang dirasa lebih lurus menuju puncak namun sekaligus juga seperti tidak sematang langkah CJ....

jon said...

bahkan seorang Manny Pacquiao dengan segenap reputasi dan prestasi spektakuler sebelumnya pun disarankan untuk mundur oleh pakar dan pengamat tinju belum lama berselang jika kalah lagi dalam pertarungan mendatang melawan Brandon Rios, dikuatirkan efek "terlalu banyak kalah" akan sedemikian membekas dalam sanubari petinju....entah jika DY sudah dibekali tekad semangat membaja untuk memikul resiko langkah yang dipilih, atau barangkali publik masih akan bisa terus menerima dan memaafkannya pula nanti....

The Beast said...

CJ melawan Markes karena mandatory. Pilihannya CJ lepas gelar reguler WBA atau lawan Markes yang juga tidak ada pilihan karena gelar ibf markes dicabut akibat batal tanding mandatori sehingga markes kehilangan gelar superchamp yg menyebabkan ada dua reguler champ (CJ dan markes).

Markes hrs datang bertanding ke tenggarong hanya dgn bayaran USD 30.000,- demi supaya gelar wba reguler tidak melayang.

Seandainya keduanya tidak saling kefefet, rasanya diragukan pertandingan itu pernah ada.

jon said...

masih ingat pernyataan Marquez dulu yang pernah dilangsir media waktu itu, "lawan yang aku paling inginkan di kelas bulu adalah John (CJ)"....rasanya kalaupun duel tersebut bisa dibilang pertarungan bagi orang kepepet, unsur emosionalnya yang bikin ramai juga ada...kapasitas sebagai seorang kampiun tentu disandang dalam pertarungan, sekalipun bayaran minim....hal bisa berbeda lagi jika masalah bayaran belum lunas, seperti kasus Shane Mosley batal bertanding di Australia belum lama berselang....

jon said...

kembali menyangkut soal DY, satu kesalahan (besar?) lain dirasa adalah seolah menyisakan PR yang belum dibenahi usai lawan Vetyeka lantas beranjak naik kelas....walau bisa juara pula, namun jika celah kelemahan sebelumnya tidak juga diperbaiki, diragukan pula kelanggengan kariernya kemudian....

jon said...

analoginya, mungkin ibarat naik kendaraan pakai persneling satu (dan jatuh pula) lantas injak pedal gigi tiga di tanjakan pula....

jon said...

jika jatuh lagi misalkan, diragukan cuma sekedar turun mesin, salah-salah kendaraan bisa dijual murah atau (malah) dibuang sekalian...

johnalvin said...

ini baru diskusi, dan ada kritikan.. buat Anonymous yg diatas :
(Anonymous said...
Awas pasukan omdo jangan sampai ada yg komen yah... yg jenis komennya cuma: lu bisanya apa? tong kosong, CJ forever, bisanya kementotor.. etc... :P )

beda sama komentator lu yg cuap2, pk ID palsu terus.. di grup tinju RCTI bnyk member yg tong kosong kaya lu, mudah2an BLOG ini ga banyak member kaya lu.

November 14, 2013 at 6:42 PM

Boxing Indonesia: Who's Next. Boxing is Tinju in Indonesian.